Kamis, 27 Agustus 2009

Status quo dimakan Rayap

Pro status quo yang hanya bersandar pada kenangan kejayaan masa lalu dan tak pernah memahami kenapa kelompoknya bisa menjadi pemegang status tersebut dan ia menjadi bagian dari itu, akan tergerus dengan arus perubahan yang menuntut perubahan dari waktu ke waktu. Kemapanan memang manis tapi juga melenakan, di sepanjang proses kehidupan kita kemapanan bukanlah tujuan akhir, ia adalah satu titik yang harus segera ditinggalkan setelah kita capai, seperti menuruni puncak gunung setelah bersusah payah mendakinya. Pemandangan yang ditawarkan dari puncak memang sungguh indah, namun berlama-lama diatasnya hanya akan melahirkan jiwa-jiwa yang malas dan miskin inovasi, kebosanan jiwa bagi petualang sejati yang rindu tantangan berikutnya. Maka ia harus turun dan mendaki lagi lalu turun lagi dan mendaki lagi begitulah hidup yang sebenarnya, atau kita hanya memandangi hidup saja tidak didalamnya.
Kekalahan status quo dalam mempertahankan statusnya harus dirayakan bukan hanya oleh mereka yang menjadi pesaingnya, tapi juga oleh mereka yang menjadi bagian dari kelompok pemegang status quo tersebut yang menginginkan pembaruan. Situasi seperti ini merupakan pemecah kebuntuan bagi status quo yang sudah gemuk dan susah bergerak, penyemangat bagi struktur tubuhnya yang sudah renta. Kondisi dan situasi seperti ini merupakan lahan subur bagi tumbuhnya kader-kader yang militan, rajin dan tangguh menggantikan mereka yang selama ini terlena, malas, dan disorientasi. Mereka yang anti kemapanan dan progresif pasti mensyukuri keadaan ini, karena untuk membuka lahan, pohon dan tanaman lama mesti dibakar musnahkan untuk memberi ruang bagi tumbuhnya benih baru yang tidak tertutupi bayang-bayang pohon besar, dan ia mendapat sendiri sinar mataharinya.